SirojuddinMukhtar (Indonesia-Ahgaff University) 7) Al-Qodhi al-Habib Idrus Assegaff (Tarim-Hadramaut) 8) Asy-Syekh KH. Rumi Jakarta (Indonesia-Rubath) 9) Asy-Syekh Dr. Amjad Rasyid al-Maqdisy (Palestina) Syaâroni As-Samfuriy, Tegal 22 Februari 2013.
AntaraSayyid, Syarif, Habib, Alawiyin dan Kyai. Posted by Unknown Posted on 22.24.00. Sayyid berasal dari bahasa Arab yang berarti Tuan atau junjungan. Kaum Sayyid dianggap sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw melalui putrinya Fatimah Az Zahra. Kaum Sayyid adalah keturunan dari Husein ( Cucu Nabi Muhammad Saw ).
Keturunandari Habib Alwi, Husein dan Syaikh bin Abdullah Al-Aydrus selain berada di Timur Tengah, juga kebanyakan berada di Indonesia. Habib Abdullah Alaydrus bin Abu Bakar Assakran bin Abdurrahman Assegaf wafat dalam perjalanan dari kota Syihr menuju kota Tarim (Hadhramaut) pada tanggal 12 Ramadhan tahun 865 Hijriyah.
HabibAbdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih Darul Hadist Malang, Ulama Besar yang alim . Pondok Pesantrennya banyak melahirkan ulama-ulama besar seperti Habib Syekh Bin Ali Al Jufri, Habib Saggaf bin Mahdi, Habib Muhammad Quraish Shihab, Prof. Dr. Habib Abdullah Bil Faqih (Ulama Hadist yang jenius)
JADWALMAULID HABIB ABDURRAHMAN BILFAQIH; Ring Back Tone El-Kisa Group; datang di blog resmi Majelis Ta'lim Remaja Cinta Sholawat yang di Pimp. As-sayyid Abdul Qodir Bin Al-Imam Al-Hafidz Al-Musnid Al-Qutub Prof DR. Abdullah Bin Abdul Qodir Bin Ahmad Bil Faqih Al-Alawy Ra. 2010/01/15. Dalam sehari 10 Warga
AlHabib Abdullah bin âAbdul Qadir bin Ahmad BilFaqih al-âAlawi adalah ulama yang masyhur alim dalam ilmu hadits. Beliau menggantikan ayahandanya Habib âAbdul Qadir bin Ahmad BilFaqih sebagai penerus mengasuh dan memimpin pesantren yang diasaskan ayahandanya tersebut pada 12 Rabi`ul Awwal 1364 / 12 Februari 1945 di Kota Malang, Jawa Timur.
HabibAbdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih wafat pada 12 Jumadil Akhir 1382 H bertepatan degan 19 November 1962 M, dalam usia 62 tahun. Pada detik-detik menjelang beliau wafat, beliau mengatakan kepada putranyaa, Habib Abdullah, âLihatlah wahai anakku. Ini kakekmu, Muhammad SAW dan Ibumu Sayyidatuna Fatimah Az-Zahra tekah datang untuk
JB80s. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hadits dan Sunnah, baik secara struktural maupun fungsional disepakati oleh mayoritas kaum Muslimin dari seluruh madzhab Islam sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Quran[1], karena dengan adanya hadits dan sunnah itulah ajaran islam menjadi lebih jelas, rinci dan spesifik. Meskipun begitu, dalam perjalanannya, hadits kurang berkembang pada abad pertama hijriah dan baru mulai berkembang pada sekitar abad ke 2, yaitu ketika dilakukannya tadwin atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sejak saat itu, hadits terus berkembang dan mulai dikaji diberbagai Negara islam dan berkembang dengan pesat. Meski sudah berkembang sekitar abad ke 2, upaya penelusuran sejarah perkembangan kajian hadits di Indonesia belum dilakukan secara sistematis. Hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor. Pertama, suatu kenyataan bahwa kajian hadits di Indonesia tidak seintens kajian ke-Islaman yang lain, seperti al-Quran, Fiqih, akhlak dan sebgainya. Kedua, kajian hadits berkembang sanga lambat, terutama jika dilihat dari kenyataan bahwa ulama Nusantara baru menulis kajian di bidang Hadits pada abad ke 17. Sayangnya, tulisan tersebut tidak dikembangkan lebih jauh dan mengalami kemandegan hampir satu setengah abad lamanya[2]. Kajian hadits di Indonesia kembali mendapatkan perhatian pada paruh terakhir abad ke-19 dengan dimasukkannya kajian hadits dalam kurikulum pesantren dan madrasah[3]. Salah satu contoh adalah Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah, Malang. Pondok Pesantren tersebut didirikan oleh al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih. Beliau sebagai pendiri Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah Li Ahlussunnah wal jamaâah, dan merupakan ayah dari seorang tokoh hadis yang sangat populer di Indonesia pada zamanya, yaitu Abdullah Bilfaqih. Habib Abdulah bin Abdul Qadir merupakan tokoh ulama yang tegas dalam memegang prinsip-prinsip ajaran Islam, yang berazaskan al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad saw, serta ajaran yang telah digariskan oleh para leluhurnya. Latar belakang pendidikannya sangat luas sehingga bisa menjadikan beliau sebagai seorang ahli Hadits yang yang masyhur pada zamannya. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis akan mencoba melakukan pembahasan mengenai pemikiran Abdullah Bilfaqih mengenai kajian hadits. B. Rumusan Masalah Dengan melihat latar belakang diatas, disini penulis akan memberikan batasan pembahasan berupa rumusan masalah agar pembahasan tidak melebar, yaitu 1. Bagaimana Biografi Habib Abdullah Bilfaqih? 2. Bagaimana Pemikiran Habib Abdullah Bilfaqih terhadap Hadits? 3. Adakah karya-karya Habib Abdullah Bilfaqih dalam bidang Hadits? C. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hadits di Indonesia. Selain itu, makalah ini juga ditulis untuk menjawab rumusan masalah diatas. BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Abdullah Bilfaqih Habib Abdullah lahir di Surabaya pada tanggal 12 Rabiul Awal 1355 H yang bertepatan dengan 1 Juni 1936 M, beliau merupakan putera dari Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih, seorang ulama yang menguasai Ilmu Hadits dan banyak menjadi rujukan pada zamannya. Ibunya bernama asy-Syarifah Ummi Hani binti Abdillah bin Agil. Habib Abdullah mempunyai jalur keturunan langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Lebih lengkapnya, berikut adalah jalur keturunan dari Habib Abdullah bin Bilfaqih al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Abdullah bin Umar bin Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Faqih bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khalaâ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Jaâfar ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra binti Rasulullah saw[4] Sebelum dikaruniadi putera, Habib Abdul Qadir berangkat ke tanah Haram untuk melakukan ibadah Haji dan berziarah ke Makam Rasulullah, disana Habib Abdul Qadir berdoa kepada Allah swt. di depan makam Rasulullah agar dikaruniai putera yang alim dan mengamalkan ilmunya serta menjadi seorang ahli hadits. Selang beberaa lama doa beliau dikabulkan oleh Allah dan Habib Abdul Qadir dikaruniai seorang putera dan diberi nama Adbullah. Sejak kecil Habib Abdullah berada dibawah asuhan dan bimbingan ayahnya. Antara keduanya terdapat keseimbangan, yaitu ketekunan sang guru Ayahnya, yaitu al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih dalam mengajar dan kegigihan sang murid al-Habib Abdullah dalam mengikuti petunjuk dari sang guru serta dalam menuntut ilmu. Selain kepada ayahnya Habib Abdullah juga belajar kepada al-Habib Ali bin Husein al-Attas di Jakarta, yang dikenal dengan sebutan Habib Ali Bungur, seorang alim dan sebagai tokoh ulama yang dijadikan rujukan para ulama dizamannya. Habib Abdullah merupakan seorang yang ulet dan tekun dalam belajar, sehingga pada saat itu tidak ada yang bisa disamakan dengan beliau dalam hal belajar. al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih pernah mengatakan âAku telah mewariskan kepada puteraku ini empat puluh satu cabang ilmu agama.â Karenanya, tidaklah mengherankan jika pada usia 7 tahun, al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih sudah mampu menghafal al-Qurâan dan pada usia sekitar 20 tahun ia telah mampu menghafal Kitab Hadis Bukhari dan Muslim lengkap dengan matan serta sanadnya yang bersambung hingga Rasulullah saw. Habib Abdullah menempuh pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah di Lembaga Pendidikan at-Taraqqi yang berada di Kota Malang. Setelah lulus, kemudian Habib Abdullah melanjutkan pendidikan Madrasah Aliyah di Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah di bawah asuhan ayahnya sendiri. Teman-teman sebayanya mengenal al-Habib Abdullah sebagai kutu buku. Dengan tekun ia menelaah berbagai kitab. Gara-gara terlalu kuat dalam belajar, ia pernah jatuh sakit. Meskipun begitu, hal itu tidak membuatnya berhenti belajar, walaupun dalam keadaan seperti itu ia tetap saja belajar dan belajar Habib Abdullah bin Abdul Qadir meninggal dunia pada tanggal 23 Jumadil Ula 1412 H bertepatan dengan 30 November 1992 karena sakit. Banyak sekali orang yang datang dalam pemakaman Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih untuk memberi penghormatan kepada beliau. B. Sikap dan Pemikiran Abdullah Bilfaqih Terhadap Hadits Sikap dan pemikiran Habib Abdullah Blfaqih bisa dilihat dalam metode dakwahnya yang selalu disampaikan kepada masyarakat Indonesia. Beliau selalu berharap agar setiap orang dapat selalu mengerjakan amal yang baik dan meninggalan yang munkar. Hadits yang dapat menguatkan apa yang telah disampaikannya selalu dijadikan rujukan utama setelah al-Qurâan. Kecerdasan Habib Abdullah Bilfaqih dalam berdakwah menyebarkan hadis berawal dari didikan yang baik sejak kecil. Adapun diantara kitab-kitab hadis yang dipelajarinya adalah, Kitab Shahih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Tirmidzi, Musnad al-Imam asy-Syafiâi, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hambal, Muwathaâ karya al-Imam Malik, an-Nawadirul Ushul karya al-Imam Hakim at-Tirmidzi, al-Muâjam ats-Tsalats karya Abul Qasim ath-Thabrani. Tidak hanya sekedar menghafal hadits, al-Habib Abdullah juga memperdalam ilmu musthalah hadits, yaitu ilmu yang mempelajari hal ihwal hadits berikut para perawinya. Juga ilmu rijalul hadits, yaitu ilmu tentang para perawi hadits. Beliau juga menguasai Ilmu jarh wa taâdil dengan mempelajari Kitab at-Taqrib at-Tahzib karya al-Imam Ibnu Hajar al-Asqallani, al-Mizan at-Taâdil karya al-Hafidz adz-Dzahabi. Dalam berdakwah Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih mengajak kepada para umatnya agar menanamkan rasa cinta yang mendalam kepada Allah swt dan Rasul-Nya serta selalu menerapkan ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah saw. Selain dikenal sebagai ulama yang ahli dalam ilmu hadis, al-Habib Abdullah juga mumpuni dalam berbagai disiplin keilmuan lainnya, terutama dalam ilmu tasawuf dan fikih. Semua itu ia pelajari langsung dari ayahandanya. Dalam ilmu fikih ia mempelajari kitab fikih empat madzhab, Madzhab Hanafi, Maliki, Syafiâi dan Hambali termasuk kitab-kitab fikih lainnya, diantaranya adalah Fatawa al-Imam Ibn Hajar, Fatawa al-Imam Ramli dan al-Muhadzab al-Imam an-Nawawi. C. Karya-Karya Habib Abullah Bilfaqih Semasa hidupnya, Habib Abdullah Bilfaqih banyak menulis, baik buku, artikel dan karya tulis lainnya, diantara karya-karya Habib Abdullah Bilfaqih yaitu 1. Siapakah Ahlussunnah wal jamaâah? 2. Mengapa umat Islam menerima Pancasila? 3. Islam dan Tanda-tandanya, Iman serta bagian-bagiannya. 4. Majmuâatul Fatawa Wal Buhuhts al-Islamiyyah. 5. Irghamul Balid Fi Akhkamil Ijtihad Wataqlid. 6. al-Qaulurrasyiin Fi Adillatittalqin. 7. al-Mulhah. 8. Tanwirul Ghayahib. 9. Fatwa Maulid. 10. Serangkum Khutbah. Dari banyak karya tulis tersebut, secara spesifik belum ada karya yang benar benar membahas hadits secara lengkap. [1] Dr. Abdurrahman, MA, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta Teras, 2009, hal XII. [2] Muh. Tasrif, Kajian Hadis di Indonesia, Ponorogo STAIN Ponorogo Press, 2007, cet. I, hlm. 17 [4] Majelis Tawassul, Prof. DR. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih, dalam diakses pada hari Minggu, 9 Maret 2013 pukul
keturunan habib abdullah bilfaqih